19 jam


Kali ini bukan perihal rasa yang ingin saya tuangkan. Karena, saya rasa sudah cukup jelas terpampang di setiap waktunya. Dari setiap doa saya, entah kamu merasakannya atau tidak, tapi saya harap semuanya terijabah oleh Tuhan. Saya tidak bermaksud lancang tapi melihatmu menjadi kamu yang bisa lemah, seringkali membuat saya terenyuh dan bersyukur. Bersyukur karena, nyatanya masih ada manusia yang masih mau mengungkapkan kebenaran jiwanya tanpa malu-malu, tanpa harus memaksa diri bersikap mampu padahal tidak mampu. Mampu pula berdiam diri padahal isi kepalanya banyak, emosinya tinggi. Namun, sekali lagi kau hanya diam. Saya tau kamu seringkali termakan bingung dalam mengutarakan apa yang kamu pikirkan. Tapi itu bukan perkara besar karena, isak tangismu malam itu sontak membuat saya paham seluruh dari kegelisahanmu yang malang. Saya paham ke khawatiranmu, banyak kau tumpuk dan sembunyikan. Bodohnya malam itu, saya bertanya "Untuk apa di tahan?", "Kenapa tidak kau lupakan saja?". Ahhhhhhh andai saja bisa, pasti sudah kau lakukan sejak dulu bukan?. Maaf, jika saya suka terlambat dalam memahamimu. Saya sebenarnya tidak suka mempelajari manusia. Sebab, memusingkan dan berbelit-belit, berevolusi tiada habis. Tapi kalau jiwanya kamu, saya rela menghabiskan 19 jam saya dalam sehari untuk memecahkan teka-tekinya. 19 jam karena, saya butuh beberapa jamnya lagi untuk istirahat tidur, bisa jadi mimpinya masih kau lagi (aku harap iya). Pun kalau kosong, besoknya saya juga akan tetap berjuang mengisi 19 jam, 19 jam lain untuk menerka seperti apakah dirimu, warna apa yang berusaha kau perlihatkan, dan senyum macam apa yang berusaha kau ingin aku artikan, dalam 19 jam, dalam makan dan diamku, akan tetap menyala namamu di sekujur pikirku.

You Might Also Like

0 komentar

Playing Music

Everybody knows about music. Not only teenagers but also children to parents know about music. They sing, play an instrument, and listen t...